Senin, 03 Januari 2011

SYARAT SAHNYA PERJANJIAN

SYARAT – SYARAT PERJANJIAN
Oleh : Edi Pranoto
( Advokat dan Konsulttan Hukum )

Kebiasan berhubungan dengan pihak kedua ( orang lain ) sekarang banyak dilakukan dengan hanya mengandalkan aspek kepercayaan saja tanpa didasari adanya pembuatan perjanjian yang dituangkan secara tertulis, sehingga akan menjadi permasalahan hukum manakala salah satu pihak tidak melaksanakan isi kesepakatan yang dibuat secara lisan tersebut.

Tanpa adanya perjanjian yang dibuat secara tertulis, menyebabkan suatu perbuatan yang seharusnya sudah jelas menjadi tidak jelas, disinilah perjanjian sangat penting untuk dituangkan secara tertulis agar akibat hukum yang timbul dapat diketahui oleh masing-masing pihak.

Dalam membuat perjanjian yang harus diperhatikan sebagai dasar hukum :
1.      Pasal 1320 KUHPerdata , yang bunyinya “ Untuk sahnya persetujuan diperlukan empat syarat :
ü  Sepakat mereka yang mengikatkan diri ;
ü  Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
ü  Suatu hal tertentu
ü  Suatu sebab yang halal

2.      Pasal 1337 KUHPerdata , yang bunyinya “ suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum

3.      Pasal 1338 KUHPerdata , yang bunyinya “ Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Persetujuan harus dilaksanakan dengan etikad baik “

4.      Pasal 1266 KUHPerdata, yang bunyinya “  syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang timbale balik. Manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim.
Permintaan itu juga harus dilakukan, meskipun syarat batal tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan dalam persetujuan.
Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah leluasa untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan. “

5.      Pasal 1267 KUHPerdata, yang bunyinya “ Pihak terhadap  siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, ataukah ia akan menuntut pembatalan persetujuan, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.”

Pasal 1320 , 1337 , dan 1338 KUHPerdata diatas, sangat penting karena perjanjian sah kalau dibuat mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 yaitu syarat subyektif dan syarat obyektif terpenuhi.  Syarat subyektif berkait dengan subyek hukum siapa yang membuat perjanjian, sedangkan syarat obyektif berkait dengan obyek yang diperjanjiankan, oleh karena itu dalam memperjanjikan suatu obyek harus memperhatikan Pasal 1337 KUHPerdata yaitu bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang- undang ; kesusilaan dan ketertiban umum.
Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan perjanjian yang dibuat secara sah akan menjadi undang- undang bagi para pembuatnya, sehingga tidak dapat ditarik tanpa adanya persetujuan kedua belah pihak, dan setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan etikad baik.
Eksistensi Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata, menjadi sangat penting untuk dicantumkan kalau para pihak ingin menyatakan tidak dilaksanakan isi perjanjian akan batal demi hukum artinya dengan sendiri akan batal demi hukum tanpa mengajukan gugatan ke pengadilan , yang selanjutnya Hakim memberikan penafsiran isi perjanjian yang dibuat.  Tanpa mencantumkan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata tersebut, setiap perjanjian yang dibuat hanya dapat dibatalkan oleh Hakim bukan oleh para pihak.

Semarang, 3 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar