Minggu, 20 Februari 2011

MALADMINISTRASI, akibat hukum dan penyelesaiannya

MALADMINISTRASI
Akibat hukum dan Penyelesaiannya
Oleh :
Edi Pranoto, SH.MH
( Dosen Bagian HAN FH UNTAG Semarang/ Advokat
/ Direktur Operasional CosdeC)

A.    Pengertian

Dalam mewujudkan  tujuan yang hendak dicapai dengan pembentukan pemerintahan Indonesia diperlukan adanya tindakan –tindakan baik berdasar hukum maupun yang tidak berdasarkan. Yang berdasarkan hukum dapat berdasarkan hukum privat dimana kedudukan pemerintah seperti subyek hukum lain yang tunduk pada kaidah hukum privat, sedangkan yang berdasarkan hukum public tindakan pemerintah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu bersegi satu dan bersegi dua, yang bersegi dua bahwa perbuatan itu akibatnya hukumnya akan timbul setelah mendapat persetujuan dari pihak yang menerima perbuatan, sedangkan yang bersegi satu akibat hukumnya timbul setelah perbuatan itu dilakukan itulah yang sering disebut dengan ketetapan atau keputusan.

Dalam membuat keputusan pemerintah harus memperhatikan syarat materiil dan syarat formil gar keputusan tersebut sah.  Dan setiap keputusan yang diambil harus mampu dipertanggungjawabkan.  Tanggung jawab jabatan berkenaan dengan legalitas (keabsahan) tindakan pemerintah. Dalam hukum adminitrasi, persoalan legalitas tindakan pemerintah berkaitan dengan pendekatan terhadap kekuasaan pemerintah. Tanggung jawab pribadi berhubungan dengan fungsional atau pendekatan perilaku dalam hukum administrasi. Tanggungjawab pribadi berkaitan dengan maladminitrasi dalam penggunaan wewenang maupun public service.

Istilah maladministrasi menurut laporan tahunan 1997 Ombudsman Eropa ”maladministration occurs when a public body fail to act in accordance with the rule or principle which is binding upon it” . Anton Sujata memperjemahkan maladminitrasi dengan penyimpang pejabat publik. Sementara Hadjon menelaah arti kata maladministrasi, kata dasar mal/ male dalam bahasa latin artinya jahat (jelek). Kata adminitrasi  artinya melayani dan dipadukan menjadi pelayanan jelek. Dengan  pengertian dasar tersebut, maladministrasi selalu dikaitkan dengan  perilaku dalam pelayanan yang dilakukan pejabat publik. Mal administrasi juga dapat diartikan adalah penyimpangan perilaku yang dilakkan oleh para adminitrator negara dalam praktek administrasi negara. Penyimpangan ini diukur dari standar nilai yang diakui sebagai etika administrasi negara. Nilai adalah aturan yang menuntun perilaku orang-orang sehingga dari sana orang tersebut dapat dikatakan apakah berperilaku baik atau buruk.

Karena sebagaian besar administrator negara adalah birokrat, maladministrasi bisa juga dikatakan sebagai mal praktek dalam birokrasi. Birokrasi disini dikonsepkan sebagai sekumpulan pegawai atau pejabat pemerintah.

Maladministrasi secara lebih umum diartikan sebagai perilaku yang menyimpang atau melanggar etika adminstrasi dimana tidak tercapainya tujuan administrasi. Contohnya : Penundaan dan pelayanan berlarut, berlaku tidak adil, permintaan imbalan, penyalahgunaan wewenang.
Pelaku Maladministrasi Publik adalah Pejabat Pemerintah pusat maupun daerah, Aparat Penegak Hukum, Petugas BUMN/BUMD dan Aparat Penyelenggaraan Negara lainnya.
B.     Bentuk dan Jenis maladministrasi :
      Bentuk dan jenis maladminitrasi menurut Ombudsman Makasar adalah :
  1. Penundaan atas Pelayanan (Berlarut larut)
  2. Tidak  Menangani
  3. Melalaikan Kewajiban
  4. Persekongkolan 
  5. Kolusi dan Nepotisme
  6. Bertindak Tidak Adil
  7. Nyata-nyata Berpihak
  8. Pemalsuan
  9. Pelanggaran Undang-Undang.
  10. Perbuatan Melawan Hukum                                                         
  11. Diluar Kompetensi  
  12. Tidak Kompeten
  13. Intervensi
  14. Penyimpangan Prosedur
  15. Bertindak Sewenang-wenang
  16. Penyalahgunaan Wewenang
  17. Bertindak Tidak Layak/ Tidak Patut
  18. Permintaan Imbalan Uang/Korupsi
  19. Penguasaan Tanpa Hak
  20. Penggelapan Barang Bukti
Termasuk tindakan maladministrasi adalah tindakan- tindakan yang dilakukan aparatur pemerintah dikarenakan adanya :
1. Mis Conduct  , yaitu melakukan sesuatu di kantor yang bertentangan dengan kepentingan kantor contoh: menggunakan mobil kantor untuk bisnis pribadi
2. Deceitful practice , praktek-praktek kebohongan, tidak jujur terhadap publik. Masyarakat disuguhi informasi yang menjebak, informasi yang tidak sebenarnya, untuk kepentingan birokrat. Misalnya: jumlah korban kecelakaan kereta apai 30 orang, tetapi diberitakan hanya 10 orang.
3. Korupsi, yang terjadi karena penyalahgunaan wewenang yang dimilikinya, termasuk didalamnya memperguanakan kewenangan untuk tujuan lain dari tujuan pemberian kewenangan, dan dengan tindakan tersebut untuk kepentiangan memperkaya dirinya, orang lain kelompok maupun coorperasi yang merugikan keuangan negara.
4. Defective Polecy implementation, Yaitu kebijakan yang tidak berakhir dengan implementasi. Keputusan-keputusan atau komitmen-komitmen politik hanya berhendti sampai pembahasan undang-undang atau pengesahan undang-undang, tetapi tidak sampai ditindak lanjuti menjadi kenyataan.
5. Bureaupathologis , adalah penyakit-penyakit birokrasi. Yang termasuk penyakit-penyakit birokrasi ini antara lain:
a. Indecision . tidak adanya keputusan yang jelas atas suatu kasus. Jadi suatu kasus yang pernah terjadi dibiarkan setengah jalan, atau dibiarkan mengambang, tanpa ada keputusan akhir yang jelas. Biasanya kasus-kasus seperti bila menyangkut sejumlah pejabat tinggi. Banyak kali dalam praktik muncul kasus-kasus yang di peti es kan.
b. Red Tape, Ini penyakit birokrasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan yang berbelit-belit, memakan waktu lama, meski sebenarnya bisa diselesaikan secara singkat.
c. Cicumloution , Penyakit para birokrat yang terbiasa menggunakan kata-kata terlalu banyak. Banyak janji tetapi tidak ditepati. Bnayak kata manis untuk menenangkan gejolak masa. Kadang-kadang banyak kata-kata kontroversi antar elit yang sifatnya bisa membingungkan masyarakat.
d. Regidity , adalah penyakit birokrasi yang sifatnya kaku. Ini efek dari model pemisahan dan impersonality dari karakter birokrasi itu sendiri. Penyakit ini nampak,dalam pelayanan birokrasi yang kaku, tidak fleksibel, yang pokoknya baku menurut aturan, tanpa melihat kasus-per kasus.
e. Psycophancy, kecenderungan penyakit birokrat untuk menjilat pada atasannya. Ada gejala Asal Bapak senang. Kecenderungan birokrat melayani individu atasannya, bukan melayani publik dan hati nurani. Gejala ini bisa juga dikatakan loyalitas pada individu, bukan loyalitas pada lemabga dan publik.
f. Over staffing, Gejala penyakit dalam birokrasi dalam bentuk pembengkakan staf. Terlalu banyak staf sehingga mengurangi efisiensi.
g. paperasserie. adalah kecenderungan birokrasi menggunakan banyak kertas, banyak formulir-formulir, banayk laporan-laporan, tetapi tidak pernah dipergunakan sebagaimana mestinya fungsinya.
h. Defective accounting, Pemeriksaan keuangan yang cacat. Artinya pelaporan keuangan tidak sebagaiamana mestinya, ada pelaporan keuangan ganda untuk kepentingan mengelabuhi. Biasanya kesalahan dalam keuangan ini adalah mark up proyek keuangan.
Ada pendapat lain mengenai jenis-jenis mal adminitrasi yang dilakukan oleh birokrat. Menurut Nigro & Nigro ada 8 jenis mal administrasi. yaitu:
1. Ketidak jujuran (dishonesty), Berbagai tindakan ketidak jujuran antara lain: menggunakan barang publik untuk kepentingan pribadi, menerima uang usap, dan sebagainya.
2. Perilaku yang buruk (unethical behavior), tindakan tidak etis ini adalah tindakan yang mungkin tidak bersalah secara hukum, tetapi melanggar etika sebagai administrator. Misalnya menitipkan anaknya pada panitia tes pegawai. meskipun dia tidak pernah menyuruh supaya anaknya diterima, tetapi karena posisinya sebagai pejabat tindakan titip itu bisa diartikan sebagai perintah. dengan dmeikian tindakan itu disebut tindakan yang tidak etis.
3. Mengabaikan hukum (disregard of law), Tindakan mengabaikan hukum mencakup juga tindakan menyepelekan hukum untuk kepentingan dirinya sendiri, atau kepentingan kelompoknya. Misalnya: menangani proyek negara oleh keluarganya sendiri tanpa melalui tender terbuka termasuk tindakan mengabaikan hukum.
4. Favoritisme dalam menafsirkan hukum, Tindakan menafsirkan hukum untuk kepentingan kelompok, dan cenderung memilih penerapan hukum yang menguntungkan kelompoknya.
5. Perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai, tindakan ini cenderung ke perlakuan pimpinan kepada bawahannya berdasarkan faktor like and dislike. Yaitu orang yang disenangi cenderung mendapatkan fasilitas lebih, meski prestasinya tidak begus. Sebaliknya untuk orang yang tidak disenangi cenderung diperlakukan terbatas.
6. Inefisiensi bruto (gross inefficiency), adalah kecenderungan suatu instansi publik memboroskan keuangan negara.
7. Menutup-nutupi kesalahan, Kecenderungan menutupi kesalahan dirinya, kesalahan bawahannya, kesalahan instansinya dan menolak di liput kesalahannya.
8. Gagal menunjukkan inisiatif, kecenderungan tidak berinisiatif tetapi menunggu perintah dari atas, meski secara peraturan memungkinkan dia untuk bertindak atau mengambil inisiatif kebijakan.

C.      Akibat Hukum Maladministrasi

Memperhatikan bentuk dan jenis maladministrasi diatas, maka dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok besar maladministrasi tersebut yaitu :
a.      Maladministrasi yang dikarenakan melanggar peraturan perundang-undangan ;
Indikasi dari maladministrasi yang dikarekan melanggar peraturan perundang-undangan adalah maladministrasi yang terjadi karena adanya penyalahgunaan wewenang ( korupsi ), kolusi dan nepotisme.
Perbuatan ini biasanya akan merugikan keuangan Negara/ daerah untuk kepentingan pribadinya, kelompok atau golongannya ;
b.      Maladministrasi yang dikarenakan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik .
Sedangkan maladministrasi yang melanggar asas- asas umum pemetintahan yang baik biasanya masuk dalam kategori pelanggaran sumpah jabatan dan atau kode etik seorang pegawai.

D.     Penyelesaian Maladministrasi

Upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan akibat hukum dari maladministrasi adalah dengan cara menegakkan aturan sebagaimana yang secara tegas ada, yang merupakan pelanggaran peraturan perundang-undangan ya tentu menegakkan semua aturan yang ada, sedangkan yang melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik tentu menegakkan kode etik dan atau sumpah jabatan yang diucapkan ketika pegawai tersebut akan memangku jabatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar