Selasa, 19 Juli 2011


YANG MUDA ,
YANG MUDAH DIGOYANG
Oleh : Edi Pranoto
( Direktur Operasional CosdeC )

Mencermati dinamiki kehidupan perpolitikan di Indonesia, menjelang reformasi dan paska reformasi ada beberapa hal yang patut dan layak untuk dicermati. Menjelang jatuhnya pemerintahan Orde Baru dibawah kendali Presiden Suharto, muncullah partai PDI Perjuangan sebagai symbol perlawanan terhadap kemapaman Orde Baru. PDI Perjuangan tumbuh karena waktu itu diposisikan sebagai partai yang tidak masuk dalam struktur pemerintahan dan bahkan kehadirannya sangat tidak dikehendaki pemerintahan masa itu. Simbol perlawanan yang kemudian menyatu dengan kekuatan berbagai kelompok masyarakat yang tertindas, maka muncullah PDI Perjuangan sebagai partai pemenang Pemilihan Umum Tahun 1999, yang mengalahkan kekuatan partai- partai lama dan baru yang ikut dalam pemilihan umum tahun 1999.
Sebagai partai yang menang pemilihan umum tidak serta merta PDI Perjuangan dapat menenpatkan kader terbaik sebagai kepala pemerintahan. Kala itu justru dikalahkan oleh kelompok partai yang menamakan dirinya sebagai Poros Tengah . Pemerintahan yang dibentuk oleh poros tengah ternyata hanya mampu bertahan separu dari perjalanan yang seharusnya, lagi- lagi pemerintahan dijatuhkan oleh kelompoknya sendiri. Pasca reformasi, personofikasi Susilo Bambang Yudoyono yang mengundurkan diri dari kabinet pemerintahan Megawati dikarenakan berbeda pendapat dengan Megawati, justru muncul  sebagai symbol perlawanan kepada pemerintahan yang dipimpin oleh kader PDI Perjuangan, lambat laun Susilo Bambang Yudoyono menjadi kekuatan yang mendapat dukungan dari rakyat banyak, terbukti walau diusung oleh partai baru bentukannya yaitu Partai Demokrat, pada tahun 2004 yang bersangkutan mampu menduduki sebagai Presiden Indonesia melalui proses pemelihan langsung yang pertama di Indonesia. Sungguh luar biasa saat itu ekspektasi rakyat menyambut kemenangan SBY. Banyak harapan yang digantungkan kepada agar pemerintahan Indonesia dapat efektif sehingga mampu segera meuwujudkan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata, termasuk didalamnya mensejajarkan Negara Indonesia dalam percaturan Negara – Negara di dunia.

KEKUATAN BARU

Sebagai symbol kekuatan partai politik di Indonesia, Partai Demokrat menjadi kekuatan baru dalam percaturan perpolitikan di Indonesia yang mampu bersaing dan bahkan mengalahkan partai – partai yang ada sebelumnya. Sebagai kekuatan baru, maka Partai Demokrat banyak diminati berbagai kalangan masyarakat, baik dari kalangan artis, pengusaha, politisi kutu loncat, akdemisi dan bahkan aktivis pemuda serta merta banyak yang ingin bergabung dipartai tersebut. Bak gadis perawan, Partai Demokrat tumbuh berkembang dengan pesat, dan makin lama makin besar terbukti dalam Pemilihan Umum tahun 2009 baik dalam pemilihan Umum legislative maupun Presiden/ Wakil Presiden muncul sebagai pemenang diatas rata – rata partai lainnya.
Sebagai kekuatan barupun partai Demokrat kemudian melakukan rekruitmen kadernya, yang terbukti pada proses Konggresnya terpilih Ketua Umum Anas Urbaningrum, Sekretaris Jendral Eddy Baskoro, dan juga Bendahara M Nazarudin sebagai pengurus inti dari sebuah Partai pemenang Pemilu.
Kalau kemudian dilihat lebih mendalam profil mereka yang duduk dalam kepengurusan inti partai tersebut, hanya Anas Urbaningrum yang memiliki pengalaman sampai level nasional sebagai Pengurus Pusat HMI, sedangkan Eddy Baskoro dalam catatan organisasi di Indonesia belum teruji kepiawiannya kecuali yang bersangkutan adalah putra kedua Presiden Susilo Bambang Yudoyono, apalagi M Nazarudin, catatan yang ada pada pemilihan umum tahun 2004 justru sebagai caleg dari PPP dan baru sekitar tahun 2007 yang bersangkutan menyatakan keluar dan bergabung dengan Partai Demokrat.
Yang menjadi persoalan adalah dalam kehidupan perpolitikan diperlukan adanya kekuatan, kemampuan untuk menjalin komunikasi dan termasuk didalamnya adanya leadership yang kuat yang diperlukan adanya pengalaman tidak serta merta secara instans  hal itu didapatkan. Jam terbang menjadi sangat penting selain juga bersih tidaknya orang yang menjadi pengurus partai tersebut. Dalam kehidupan partai politik tidak ada yang sifatnya abadi , lawan bisa menjadi kawan, dan kawan bisa menjadi lawan, yang abadi adalah kepentingan. Dalam kehidupan partai politik orang tidak salah bisa menjadi salah, orang yang tidak memiliki kesalahan bisa dibuat memiliki kesalahan, dalam pandangan penganut aliran pragmatis dalam berpolitik, maka yang ada adalah mukti atau mati ( bahasa jawa : mukti berarti jaya, mati berarti meninggal ) , sehingga kadang segala cara dilakukan demi sebuah jabatan atau kepentingan.

STRUKTUR YANG RAPUH

Kembali kestrukrur pengurus Partai Demokrat maka dapat dikualifikasi bahwa pengurus inti Partai Demokrat adalah berasal dari kalangan anak muda baik pemikiran , pengalaman maupun usia. Rata- rata mereka berusia kurang dari 40 tahun waktu itu. Muda dalam pemikiran tentu sifat arif ( wisdom ) jarang bisa dimiliki oleh kelompok usia ini, yang ada kadang-kadang adalah emosional dalam berperilaku. Muda dalam pengalaman mereka rata-rata belum secara utuh teruji sebagai pengelola sebuah organisasi partai politik yang besar apalagi partai tersebut adalah partai penguasa dan bahkan pemenang pemilihan umum. Titik lemah inilah yang kemudian menjadi entri point bagi siapapun yang menjadi kekuatan yang bersaing dalam perpolitikan di Indonesia. Diantara Partai Demokrat ada partai- partai yang baik usia, pengalaman jauh lebih lama dan bahkan lebih teruji dari Partai Demokrat.
Kekuatan – kekuatan ini tentu lebih mampu mengelola setiap potensi kelemahan Partai Demokrat sebagai sumber inspirasi untuk membentuk opini ( pendapat ) public terhadap permasalahan pemerintahan yang ada. Mulai dari hal yang sepele sampai yang besar selalu pemerintah menjadi bulan-bulan partai- partai politik yang ada di Indonesia.
Dan sekarang terbukti begitu rapuhnya struktur Partai Demokrat ketika dihadapkan pada persoalan hukum kadernya. M. Nazarudin, yang bendahara partai mulai menguak cara – cara instan untuk mendapatkan kekuasaannya, dan ternyata pula kedok dibalik semuanya barangkali tidak dipungkiri justru Partai Demokrat termasuk Ketua Umum dan bahkan Ketua Dewan Pembina dimanfaatkannya untuk kepentingan pribadi yang patut diduga justru merugikan keuangan Negara.
Pada saat yang bersamaan Partai Demokrat juga dihantam dengan kasus yang menjerat kadernya yang berasal dari anggota KPU yang diberhentikan oleh dewan kehormatan karena pelanggaran kode etik yang kemudian tanpa pengalaman sebelumnya yang bersangkutan bisa menjadi salah satu ketua DPP Partai Demokrat. Belum lagi sekarang ada beberapa kadernya yang berasal dari berbagai kalangan masyarakat satu persatu mulai terjerat kasus hukum yang tentu mencoreng partai yang dari awal menyatakan diri sebagai partai yang melawan KORUPSI.
Berbagai jeratan hukum bagi kadernya, disatu sisi banyak persoalan kehidupan bernegara yang belum secara optimal dapat diwujudkannya, memberikan beban tersendiri bagi Partai Demokrat yang berimbas pada makin lemahnya kepercayaan rakyat kepada Presiden SBY.
Dan ini tentu menjadi hal yang harus segera diselesaikan oleh Partai Demokrat manakala masih memiliki keinginan untuk memenangkan pemilihan umum tahun 2014 baik pemilihan umum legislative maupun Presiden, perlu direkontruksi ulang struktur yang pengurus partai yang masih muda, mumpung sekarang masih ada ruang dan waktu untuk bebenah diri menghadapi pertarungan yang nyata di tahun 2014, nyata karena figure SBY sudah tidak dapat dicalonkan kembali sebagai Presiden RI.  Dan semoga ini bisa menjadi refleksi menjelang Rakernas Partai Demokrat yang segera akan dilaksanakan.